A.
Dalil–dalil tentang
kewajiban bekerja dan berusaha
Perintah bekerja telah Allah wajibkan
semenjak nabi yang pertama, Adam Alaihi Salam sampai nabi yang terakhir,
Muhammmad SAW . Perintah ini tetap berlaku kepada semua orang tanpa
membeda-bedakan pangkat, status dan jabatan seseorang. Berikut ini akan di
nukilkan beberapa dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah tentang kewajiban bekerja.
A.
Dalil dari Al-Qur’an
¨
“Kami telah membuat waktu siang
untuk mengusahakan kehidupan (bekerja).” (QS. Naba’ : 11)
¨
“Kami telah menjadikan untukmu
semua didalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan (bekerja) ;
Tetapi sedikit sekali diantaramu yang bersyukur.” (QS. A’raf : 10)
¨
“ Apabila telah ditunaikan
sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jum’ah : 10)
¨
“ Dialah yang menjadikan bumi ini
mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari
rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk : 15)
¨
“ … dan orang-orang yang
berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah (bekerja); dan orang-orang
yang lain lagi berperang di jalan Allah….”
(QS. Al-Muzzammil : 20)
Islam akan membukakan pintu kerja bagi setiap
muslim agar ia dapat memilih pekerjaan yang sesuai dengan minatnya dan
kemampuannnya. Namun demikian masih banyak orang yang ennggan untuk bekerja dan
berusaha dengan alasan bertawakal kepada Allah SWT serta menunggu-nunggu rizki
dari langit. Mereka telah salah memahami ajaran Islam. Pasrah pada Allah tidak
berarti meninggalkan amal berupa bekerja.
Seperti yang pernah rasul katakan : Semaikanlah
benih, kemudian mohonkanlah buah dari Rabbmu.”
Allah memang telah berjanji akan memberikan
rizki kepada semua makhluq-Nya. Akan tetapi janji ini tidak dengan “cek
kosong”, seseorang akan mendapatkan rizki kalau ia mau berusaha, berjalan dan
bertebaran di penjuru-penjuru bumi. Karena Allah menciptakan bumi dan seisinya
untuk kemakmuran manusia. Siapa yang mau berusaha dan bekerja ialah yang akan
mendapat rizki dan rahmat dari Allah.
B.
Dalil dari Al-Hadits
Rasulullah bersabda, :
¨
“ Pekerjaan terbaik adalah usahanya seseorang dengan tangannya sendiri
dan semua jual-beli itu baik.” (HR.
Ahmad, Baihaqi dll)
¨
“ sebaik-baik pekerjaan
ialah usahanya seseorang pekerja apabila ia berbuat sebaik-baiknya
(propesional).” (HR. Ahmad)
¨
“ Sesungguhnya apabila
seseorang diantara kamu semua itu mengambil tambangnya kemudian mencari kayu
bakar dan diletakkan diatas punggungnya, hal itu adalah lebih baik dari pada ia
mendatangi seseorang yang telah dikarunai oleh Allah dari keutamaan-Nya,
kemudian meminta-minta dari kawannya, adakalanya diberi dan ada kalanya
ditolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
¨
“…kalau ada seeorang keluar
dari rumahnya untuk bekerja guna membiaya anaknya yang masih kecil, maka ia
telah berusaha Fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk dirirnya sendiri agar
tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itupun Fisabilillah. Tetapi apabila
ia bekerja untuk pamer atau untuk bermegah-megahan, maka itulah Fisabili
Syaithan atau karena mengikutu jalan Syaithan.” (HR. Thabrani)
¨
“ sesungguhnya Allah itu
telah menjadikan rizkiku terletak dibawah tombakku.” (HR. Ahmad)
¨
“ Burung berangkat pagi hari
dengan perut kosong dan kembali sore hari dengan perut penuh makanan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
¨
“Keadaan yang paling aku
senangi setelah berjihad di jalan Allah adalah maut datang menjemputku ketika
aku sedang mencari karunia Allah (bekerja).” (HR.
Sa’id bin Manshur dalam sunannya)
¨
“Tidak seorang Rasul pun
diutus Allah kecuali ia bekerja sebagai penggembala domba. Para sahabat
bertanya, “bagaimana dengan dirimu, wahai Rasulullah ? Beliau menjawab, “ Ya,
saya dulu menggembala domba di lapangan untuk penduduk Makkah.” (HR. Bukgarai).
Dengan teramat jelas dan gamblang betapa
Allah dan Rasul-Nya memerintahkan seseorang untuk bekerja. Bekerja adalah
sebuah ibadah yang disejajarkan dengan amalan fisabilillah, bekerja bukan hanya
untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarga tapi ia sebagai manesfesto
penghambaan dan ketaatan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya.
Rasulillah sebagai seorang tauladan selalau
memberikan motivasi kepada semua sahabatnya untuk selalu giat dan tekun dalam
bekerja, simak saja penuturan beliau berikut ini :
“ Pedagang yang lurus dan jujur kelak akan tinggal bersama para nabi,
siddiqin, dan syuhada’,” (HR. Tirmidzi dan Al Hakim).
Nasihat ini beliau peruntukkan untuk sahabatnya yang mempunyai pekerjaan sebgai
pedagang (wirausahawan). Sedangkan untuk mereka yang bekerja sebagai petani dan
tukang kebun, beliau bersabda :
“ Setiap muslim yang menanam satu tanaman atau menyemai satu semaian
lalu (buahnya) dimakan oleh manusia atau binatang, maka ia itu dianggap telah
bersedekah.” (HR.
Bukhari0
C. Bekerja adalah Ibadah dan Jihad
Bekerja adalah bagian dari
ibadan dan jihad jika sang pekerja bersikap konsisten terhadap peraturan Allah,
suci niatnya, dan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan diri, keluarga bahkan
masyarakat dan negara. Dengan bekerja , masyarakat daoat melakukan tugas
kekhalifahan, menjaga diri dari maksiat, dan meraih tujuan yang lebih besar.
¨
“…kalau ada seeorang keluar
dari rumahnya untuk bekerja guna membiaya anaknya yang masih kecil, maka ia
telah berusaha Fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk dirirnya sendiri
agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itupun Fisabilillah.
Tetapi apabila ia bekerja untuk pamer atau untuk bermegah-megahan, maka itulah
Fisabili Syaithan atau karena mengikutu jalan Syaithan.” (HR. Thabrani)
D. Tujuan diwajibkannya bekerja
Menurut
Yusuf Qardhawi, tujuan diayariatkanya bekerja adalah :
1.
Untuk mencukupi kebutuhan
hidup
Berdasarkan
syariat, seorang muslim diminta bekerja untuk mencapai beberapa tujuan.
Yang pertama adalah untuk memenuhi kebutuhan pribadi dengan harta yang halal,
mencegahnya dari kehinaan meminta-minta, dan menjaga tangannya agar tetap
berada di atas. Dampak diwajibkannya bekerja bagi individu oleh Islam adalah
dilarangnya meminta-minta, mengemis, dan mengharapkan belas kasih orang.
Mengemis tidak dibenarkan kecuali dalam tiga kasus :
a. Menderita kemiskinan yang
melilit
b. Memiliki utang yang menjerat
c. Diyah murhiqah (menanggung beban melebihi kemampuan untuk menebus pembunuhan)
2.
Untuk kemaslahatan Keluarga
Bekerja diwajibkan demi terwujudnya keluarga
yang sejahtera. Tanggung jawab seorang suami sebagai kepala keluarga adalah
memberikan nafkah yang halal dan thayib bagi istri dan anak-anaknya. Kendatipun
tugas utama mencari nafkah adalah suami, namun
tidak salahnya istri untuk membantu suami jika memang keadaan atau gaji
suami dirasa belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sebuiah rumah tangga. Dalam
hadits diatas digambarkan bahwa seorang yang mencari nafkah untuk anaknya yang
kecil itu sama dengan fisabilillah.
3.
Untuk kemaslahatan
Masyarakat
Walaupun seseorang tidak membutuhkan
pekerjaan karena diri dan keluargannya telah terpenuhui, ia tetap wajib bekerja untuk masyarakat sekitarnya. Karena
masyarakat tidak sedikit telah memberikan sumbangan kepadanya, maka seyogyanya
masyarakat memgambil darinya sebanyak apa yang diberikan kepadanya.
Suatu ketika ada seorang tua renta bernama
Abu Darda sedang menanam pohon kenari. Saat itulah lewat seseorang dan bertanya
kepadanya, “ Untuk apa kamu mnananm pohon
itu ? Kamu sudah tua, sedangkan pohon itu tidak akan berbuah kecuali sesudah
sekian tahun/” Abu darda menjawab,”alangkah
senangnya hatiku bila mendapatkan pahala darinya, karena orang lain yang akan
makan hasilnya.”. Inilah pemahaman seorang muslim tentang kehidupannya.
Orang dari masa sebelumnya menananm benih lalu mereka memanfaatkannya, kemudian
ia menanam agar generasi sesudahnya juga dapat memetik hasilnya.
4.
Hidup untuk kehidupan dan
untuk semua yang hidup
Lebih dari itu, seorang muslim tidak hanya
bekerja demi mencapai manfaat komunitas manusia, tetapi ia wajib bekerja untuk
kemanfaatan seluruh makhluq hidup, termasuk hewan. Nabi bersabda, “Pada setiap yang punya hati suatu pahala
diperbuatnya atau dalam hadits yang lain Nabi bersabda, “Siapakah dari kaum muslimin yang menanam tananam atau tumbuhan lalu
dimakan oleh burung, manusia atau hewan, kecuali baginya sedekah,”.
5.
Bekerja untuk Memakmurkan
Bumi
Bekerja didalam Islam sangat diharapkan untuk
memakmurkan bumi. Sedangkan memakmurkan bumi adalah bagian dari maqasidus syari’ah yang ditanam oleh
islam, disinggung oleh Al-Qur’an, serta diperhatikan oleh para ulama. Menurut Imam Arraghib Al Asfahani, manusia
diciptakan untuk tiga kepantingan :
a.
Memakmurkan bumi, sebagaimana tertera di dalam Al-Qur’an :”Dia telah menciptakan kamu dari bumi
(tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.”
(QS. Hud : 61)
b.
Menyembah Allah : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat :
56)
c.
Kalifah Allah : “Dan menjadikan kamu Khalifah di muka bumi, maka Allah akan melihat
perbuatanmu.” (QS. Al-A’raf : 129)
6.
Bekerja untuk Kerja
Menurut Islam, pada hakekatnya setiap muslim
diminta untuk bekerja meskipun hasil pekerjaanya belum dapat dimanfaatkan
olehnya, oleh keluarganya, atau oleh masyarakatnya, juga meskipun tidak satupun
dari makhluk Allah, termasuk hewan, dapat memanfaatkannya. Ia tetap wajib
bekerja karena bekerja merupakan hak Allah dan salah satu cara untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Fondasi yang kokoh ini kita temukan pada hadits
Nabi yang diriwayatkan oleh Anas ; “Apabila
hari kiamat telah datang dan pada tangan seseorang di antara kamu ada biji
untuk ditanam, maka jika ia bisa mnananm, tanamlah sebelum kiamat.”.
Bekerja diminta dan dibutuhkan, walaupun
hasil kerja itu tidak bisa dimanfaatkan oleh seorang pun. Ia adalah lambang
pemberian seorang muslim bagi kehidupan ini walaupun ajal sudah di ambnag
pintu. Tidak kita temukan dalam ajaran agama mana pun sanjungan terhadap
pekerjaan yang lebih tinggi daripada agama kita.
E.
Bekerja Sesuai dengan Batas
Kemampuan
Tidak jarang ada seseorang yang bekerja
mencari nafkah untuk diri dan keluarganya secara berlebihan karena mengira
bahwa itu sesuai dengan perintah agama,
padahal kebiasaan seperti itu berakibat buruk pada kehidupan rumah tangga.
Mereka telah menghalangi istri dari hak-haknya dan melalaikan pendidikan anak-anaknya dari pola pendidikan
Islam.
Sungguh, Allah telah menegaskan bahwa bekerja
itu hendaknya sesuai dngan batas-batas kemampuan manusia, sebagaimana firman
Allah :
“Allah tidak membebani seseorang melaikan dengan kesanggupannya. Dia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakan dan dia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang di kerjakan…”(QS.
Al-Baqarah : 286).
Ayat ini menerangkan bahwa Allah tidak
membebankan pekerjaan kepada para hambanya kecuali yang sesuai deng batas
kemampuannya dan tuntutan kebutuhannya. Rasululah SAW juga bersabda menyangkut
maslaah ini :
“Janganlah
kamu bebani mereka dengan apa-apa yang mereka tidak sanggup memikulnya. Dan
apabila kamu membebani mereka, maka bantulah mereka.” (HR. Ibnu Majah)
F.
Melatih Anak Bekerja
Islam
memperhatikan masalah petumbuhan anak dengan anjuran agar anak-anak dilatih
bekerja pada usia dini. Islam melarang memanjakan anak seperti yang terjadi di
negara-negara yang moralnya rusak. Allah berfirman :
“… kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah
cerdas (pandai memelihara harta, maka berikanlah harta-harta mereka
kepadanya…”. (QS. An-Nisaa’ : 6). Ayat ini
mengajarkan bahwa kita wajib menyerahkan harta anak yatim ketika mereka sudah
pandai memelihara harta, sehingga mereka dapat bekerja sendiri.
Rasulullah
SAW bersabda, : “Ajarilah anak-anakmu
melempar dan naik kuda, tetapi melempar itu lebih aku sukai daripada naik kuda.” (HR. Nasa’I dan Tirmidzi). Hal senada juga Umar katakan kepada para
sahabatnya,” Ajarilah mereka melempar dan
berenang, dan latihlah mereka melompat di atas kuda.”.
Tidak
diragukan lagi bahwa diberinya kesempatan kepada anak-anak untuk bekerja pada
usia dini akan memberikan beberapa keistimewaan kepada anak tersebut,
diantaranya anak akan terlatih untuk bekerja dan membantu orang tuannya. Hal
itu diangap sebagai pelatihan dini bagi mereka untuk dapat melakukan pekerjaan
sehinggaa menambah pengalaman dan dapat membantu membangun masyarakat islmi.
Mendahulukan
Pekerjaan yang tidak Terikat
Sebagai seorang Da’I, tugas utama kita adalah
menda’wahkan risalah Islam kepada orang lain. Tugas suci ini menuntut kita
untuk selalu Standby melayani umat, memperhatikan kebutuhan dan
memecahkan masalah yang dihadapinya. Sehingga waktu kita akan kita sdiakan
setiap saat untuk melayani ummat. Ketika kita sudah menjadi public figure di masyarakat, maka sangat sulit bagi kita untuk tidak
selalu berda ditengah-tengah mereka. Sehingga kalau waktu kita habis berada di
lingkungan kantor yang selalu menjalankan rutinitas keseharian dan pekerjaan
kita sangat terikat, maka kita akan jauh dengan masyarkat. Pagi hari kita
berangkat dan sore hari kita baru pulang.
Banyak kasus yang terjadi pada
saudara-saudara kita yang mempunyai pekrjaan terikat. Kalau dahulu mereka
sangat mudah mengatur waktu untuk da’wah dan untuk mencari ilmu atau pergi ke
masjid mendengarkan ta’lim, namun setelah pekerjaan menumpuk dan ia harus dibebani
target dari perusahaan maka ia mulai mengalami kefuturan. Aktifitas da’wahnya
mulai loyo, ibadahnya mulai tak bermakna dan pada akhirnya ia mulai jauh dengan
masyarakat.
Salah satu usaha untuk tetap menjaga keimanan
adalah kita harus tetap berkumpul bersama-orang-orang yang sholeh, bagaimana
mungkin kita berkumpul dengan mereka kalau pekerjaan kita sangat mengikat.
Sehingga seorang da’I harus dapat memilih pekerjaan mana yang tidak menghambat
da’wah dan keberadaanya di masyarakat dan lingkungan sahabatnya yang seiman
tidak asing.
Tidak berambisi menjadi pegawai negeri
Imam Syahid Hasan Al-Banna pernah mengatakan
bahwa diantara kewajiban seorang Al-Akh adalah : “Janganlah engkau terlalu berharap untuk menjadi pegawai negeri, dan
jadikanlah ia sesempit-sempitnya pintu rezeki.Namun jangan engkau tolak, jika
diberipeluang untuk itu. Janganlah engkau melepaskannya, kecuali jika ia
benar-benar bertentangan dengan tuga-tugas da’wahmu.”
Ketika seorang muslim ingin memulai usaha
yang baru hendaknya ia tidak memilih pegawai negeri menjadi skala prioritas
yang pertama. Namun bila ada kesempatan kita juga tidak menolaknya, asalkan
pekerjaan tersebut sesuai dengan hukum sara’ dan tidak menghambat da’wah.
Bekerja bagi kita tidak hanya melulu mncari uang atau untuk menunjukkan staus
sosial di masyarakat, tetapi ada bagian da’wah di dalamnya. Kalau kita menjadi pegawai negeri tapi da’wah
terhambat, maka seyogyanya kita meninggalkannya dengan mencari usaha lain yang
lebih baik dan tidak menghambat da’wah.
Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita
tentang pekerjaan yang sangat mulia dan menghasilkan banyak uang yaitu dagang.
Dengan berdagang seseorang diuji kejujurannya, kesabarannya mencari pembeli dan
ketekunannya menjalankan roda perdagangan. Bukankah rizki itu 90 % di dapat
dari hasil niaga dan sisanya dari yang lainnya.
Sejarah telah membuktikan bahwa semenjak
zaman Nabi sampai saat ini, pekerjaan yang menjajikan adalah pekerjaan niaga.
Lihat saja Saudagar kaya raya dari kota Makkah seperti Khodijah binti Khowailid,
Utsman bin Afwan, Abdur-Rahman bin Auf dan sahabat-sahabat yang lain. Mereka
semua sukses dalam bekerja karena menggeluti perdagangan. Yang menarik adalah
walaupun mereka tergolong sukses berbisnis mereka tetap tidak melupakan da’wah.
Harta yang mereka dapatkan tidak sertamerta digunakan hanya untuk ank, istri
dan keluarganya saja, tetapi harta tersebut dikembalikan lagi kepada
kepentingan da’wah. Sungguh sebuah contoh yang sangat baik bagi ita semua.
Menjaga Amanah, Disiplin serta Profesional dalam Bekerja
Seorang yang dapat menjaga amanah, disiplin
dan profesional dalam bekerja akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap da’wah. Karena da’wah tidak akan
tegak kalau para penyerunya tidak mempunyai sifat amanah, disiplin dan
profesional. Untuk itulah As-Syahid Hasan Al-Banna mengungkapkan hal ini dalam
kewajiban Al-Akh pada no. 17 dan 18.[5]
1. Menjaga Amanah
Allah
telah mewajibkan amanah dalam Al-Quran : “
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanatnya (yang dipikul dan janjinya).” (QS. Al-Mukmin : 8). Menjaga dan
menepati amanah adalah kewajiban syariat. Terlebih lagi amanah yang diberikan
adalah yang berhubungan dengan pekerjaan. Yang dimaksud dengan amanah adalah
mengembalikan hak apa saja kepada pemliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi
haknya dan tidak megurangi hak orang lain, baik berupa harga maupun upah. “sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya….” (QS. An-Nisaa’ : 58).
Orang
yang tidak amanah dalam bekerja menurut Rasul tergolong kedalam orang yang
munafik (dalam Hadits sahihaini)
b)
Profesionalisme dalam Kerja
Allah berfirman, “tiap-tiap orang berbuat menurut keadaanya (keahliannya) masing-masing.
Maka Tuhanmu lebih mngetahui siapa yang lebih benar (profesional) jalannya.”(QS. Al-Isra’ : 84).
Sejarah
Islam telah membuktikan bahwa sahabat-sahabat Rasulilah berhasil dalam
berdakwah tidak lepas pula dari keberjasilannya dalam bekerja. 9 dari 10 dari
generasi pertama adalah para saudagar kaya. Profesionalitas yang ditunjukan
oleh para saudagar Islam telah menjadi bukti bahwa engan profesional kita akan
sukses menggapai cita-cita yang kita inginkan.
c). Disiplin
Disipln adalah kata kunci ketiga
dalam keberhasilan sebuah kerja. Tanpa kedisiplinan tidak mungkin sebuah
pekerjaan akan seleai dengan baik justru jika tidak disiplin maka amanah yang
kita jalannkan akan berhenti di tengah jalan. Kasus yang nyata adalah kurang
disiplinnya sahabat saat perang Uhud, sehingga kekalahan justru melanda kaum
muslimin. Padahal selama ini pasukan muslimin selelau menang dalam setiap
pertempuran. Disiplin kaan membuat hidup seseorang bermakna dan berguna.
Comments
Post a Comment