Jika ada Rahmat Allah yang sangat indah, itulah
ukhuwah. Karena sesungguhnya ukhuwah hanya diberikan kepada umat Islam dan
tidak diberikan kepada umat lain. Begitu kuatnya jalinan ukhuwah hingga ia
menembus hubungan yang lain yang tidak sesuai dengan prinsip ukhuwah, sekalipun
itu hubungan darah. Kedudukannya adalah sesuatu yang mutlak, tidak bisa tidak.
Ia merupakan ikatan yang tercipta karena keimanan yang melahirkan kasih sayang,
kecintaan, kemuliaan, rasa saling percaya, tolong menolong dan kerelaan
berkorban untuk yang lain. Tidak hanya itu, Allah banyak memberikan kemuliaan
tersendiri. Jika ada sebuah kedudukan di sisi Allah yang oleh para nabi dan
syuhada inginkan, itu tidak lain adalah kedudukan orang-orang yang berkasih
sayang karena Allah.
Ukhuwah bukan hal yang
serta merta ada. Kalau ujung ukhuwah itu adalah sebuah kemanisan, ada
tahap-tahap yang harus dilalui untuk merasakan kelezatannya. Harus ada
interaksi yang kemudian akan membuat saling kenal. Saling kenal ini akan
melahirkan saling paham. Interaksi dan memahami apa dan siapa. Tentunya
berinteraksi dengan Islam, umat Islam dan permasalahannya. Dari sini timbul
ikatan hati yang kuat yang melahirkan kekuatan untuk saling tolong menolong,
saling menanggung beban yang lain, dan terakhir adalah kekuatan untuk saling
berkorban mendahulukan kepentingan saudaranya di atas kepentingannya sendiri.
Jadi, bukanlah tahapan yang sulit untuk merajut ukhuwah. Namun ternyata hanya
sedikit yang sanggup merealisasikannya, mengapa?
Yang pertama, masih
banyak yang menganggap jalinan persaudaraan karena darah lebih utama dari
jalinan atas dasar akidah. Apalagi saat sekarang persaudaraan tidak lebih
karena kepentingan-kepentingan tertentu. Persaudaraan karena sekadar balas
jasa, merasa berhutang budi atau yang lainnya. Pemahaman ini tentunya
sedikit-sedikit harus dihapus.
Kedua, wawasan kita
telah terkungkung oleh paradigma yang sempit tentang ukhuwah. Bagaimana
sesungguhnya dapat merealisasikan ukhuwah?. Sebetulnya banyak hal yang dapat
kita kerjakan untuk menggapai ukhuwah dengan tahapan-tahapan di atas. Banyak
potensi kita yang sebetulnya adalah peluang besar. Masalahnya kita tidak
mengetahuinya. Coba renungkan ritual-ritual yang biasa kita lakukan. Di setiap
ibadah itu ternyata Allah selalu memberikan hikmah mulia menyangkut hubungan
muamalah. Kuncinya adalah kepekaan; kehalusan perasaan yang seharusnya timbul
saat melakukan ibadah tersebut dan kemudian melahirkan inovasi-inovasi yang
sangat berharga untuk sebuah ukhuwah. Contoh yang sangat nyata ; ibadah puasa,
zakat, atau qurban_ibadah-ibadah yang sebetulnya sarat dengan nilai-nilai
ukhuwah. Yang menjadi penyakit di kalangan umat Islam, tidak sedikit yang tidak
memahami hal ini secara memadai. Jadilah ibadah-ibadah mereka sekadar
menggugurkan kewajiban. Tidak sedikit di antara muzakki yang tidak mau tahu
untuk siapa zakatnya, bagaimana pengelolaannya, sejauh mana hasilnya?. Para
pequrban juga tidak begitu peduli untuk siapa daging-daging qurban itu,
bagaimana supaya manfaatnya optimal dst.
Sebetulnya, ini yang
dimaksud dengan proses interaksi, pemahaman kita dengan Islam, umat Islam dan
permasalahan-permasalahannya seperti yang telah dijelaskan di atas. Dari proses
inilah yang akhirnya mendorong kita untuk memutuskan membuat yang terbaik untuk
saudara kita. Itu hanya sebuah contoh, baru sebagian yang bisa kita lakukan.
Semakin sering kita berinteraksi tentunya akan semakin banyak hal baru yang
dapat kita sumbangkan untuk sebuah ukhuwah.
Jadi, ternyata dari
setiap hal yang kita lakukan, yakinlah kita bisa mengambil sebuah keputusan
untuk melakukan hal terbaik yang akhirnya membuahkan ukhuwah. ***
Abu Syauqi, Lc
(Sumber : Tabloid MQ EDISI 11/TH.II/MARET 2002)
Comments
Post a Comment