Oleh : Asfuri Bahri
Al-Indibath Az-Dzati
Indibath adalah ciri utama yang
menopang keberlangsungan dunia kerja seseorang. Tanpa indibath seseorang tidak
mungkin mampu mencapai kesuksesan yang pernah menjadi impian dalam hidupnya. Ada beberapa pengertian
tentang indibath.
Di antaranya, indibath adalah
kedisiplinan diri atau penguasaan terhadap diri seperti yang disebutkan dalam
sebuah atsar,
“Jihad terbesar adalah jihad
melawan hawa nafsu.” (Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar, yaitu
jihad melawan nafsu).
Rasulullah memuji orang yang
senantiasa mempunyai control dalam kondisi pelik dan tidak terbawa oleh nafsu
syahwat. Beliau bersabda,
إن الله يحب البصر الناقد عند ورود الشبهات
والعقل الكامل عند هجوم الشهوات
“Sesungguhnya Allah menyukai
pandangan yang kritis di saat banyaknya syubuhat dan otak yang sempurna di saat
serangan syahwat.”
Mengendalikan diri adalah tahapan
pertama dan terakhir untuk merealisasikan kesuksesan hidup. Karena pada
dasarnya mundur, meremehkan, dan menunda merupakan ciri utama manusia. Dan
membiarkan jiwa sesuai dengan apa yang disukainya merupakan perbuatan
menyenangkan dan menguntungkan untuk jangka pendek. Jika di malam hari anda
berada dalam tidur yang nikmat, kemudian anda harus bangun esok hari untuk
urusan yang sangat penting. Saat itu adan berada pada dua pilihan; membiarkan
diri anda berada dalam kenikmatan tidur yang sesaat terdapat keuntungannya,
atau melawan diri anda serta memaksanya untuk melakukan kewajiban dan itu
berarti anda meninggalkan kesenangan sesaat demi sesuatu yang lebih penting.
Selain ciri ini, cenderung kepada
hawa nafsu, ada lagi ciri lain yang tidak kalah bahayanya, yaitu berlari dari
konfrontasi. Jika seseorang tidak mampu berbicara di hadapan audens ia bisa
melakukan –kalau tidak dilarang agamanya- mengkonsumsi minuman keras atau zat
aditif untuk menambah rasa percaya diri. Berlari dari konfrontasi terhadap
masalah-masalah sulit memang ada rasa nikmat sesaat, namun kita akan membayar
mahal untuk jangka menengah dan panjang. Sebab persoalan tidak berhenti sampai
di situ.
Sifat ini kemudian melahirkan
sifat lain yang juga berbahaya, yakni tidak mau menerima realita yang tidak
sesuai dengan keinginannya. Jika anda harus melakukan kegisatan tertentu
sebagai terapi demi kesehatan, harus bangun pagi-pagi untuk suatu urusan
penting, atau harus menyampaikan pidato di hadapan audiens, mestinya tidak ada
pilihan kecuali menerima kenyataan itu. Apalagi kewajiban itu tidak bisa
dirubah kendatipun kita sendiri tidak tertarik untuk melakukannya. Pada saat
itu kita tidak bisa menafikan adanya rasa malas dan bosan yang kerap kali
menimpa orang kala dia melakukan suatu pekerjaan. Bahkan ia adalah bagian
penting bagi sebuah pekerjaan yang sering dilupakan orang. Di mana banyak orang
gagal dengan pekerjaan mereka yang penyebabnya adalah ketidak-mampuan mereka
dalam mengatasi rasa bosan. Model orang seperti ini biasanya suka memulai suatu
pekerjaan atau sebuah proyek, namun tidak lama setelah itu kejenuhan menimpa
jiwanya akhirnya ia meninggalkan pekerjaan dan proyeknya itu untuk berpindah ke
pekerjaan dan proyek lain. Ia meninggalkan apa yang telah dimulai lalu
berputar-putar mencari cara lain untuk sampai kepada puncak cita-cita. Sebab ia
hanya menginginkan sisi yang menyenangkan dari pekerjaan yang dilakukannya. Padahal
tidak ada satu pekerjaan pun di dunia ini yang tidak diliputi sisi jenuh.
Seseorang sering terlambat datang
ke tempat kerjanya, ia mengalihkan kesalahannya itu dengan argumentasi yang
seolah-olah ilmiah ketika ditanya atasannya, “Pekerjaan itu yang penting adalah
produksifitasnya, bukan kehadirannya.” Memang benar apa yang diungkapkan, namun
kenyataan sesungguhnya adalah, ia tidak ingin datang dan tidak menghendaki
produksifitas.
Secara psikologi ada beberapa
penyebab seseorang tidak memiliki sifat indibah ini, di antaranya:
- Biasa dimanja orang tua di masa kecil.
Anak-anak yang
biasa dimanja tidak mengenal keusuksesan malalui kerja keras. Orang tua mereka
biasa melakukan semua pekerjaan yang seharusnya mereka kerjakan. Dan ketika
dewasa dan mereka harus bertarung dalam realita hidup ini untuk mendapatkan
kesuksesan, mereka tidak mendapati orang tua di samping mereka yang melaksakan
pekerjaan dan tugas mereka sebagaimana yang dilakukan di masa lalu.
- Keinginan untuk mencapai kesempurnaan.
Jika seseorang
tidak mampu melakukan sesuatu secara sempurna maka ia tidak melakukannya sama
sekali. Prestasi puncak adalah segala-galanya. Kalau tidak mencapai puncak
prestasi, lebih baik tidak sama sekali.
- Merasa memiliki kekurangan dalam diri
Banyak orang
yang tidak bisa membedakan antara merasa memiliki kekurangan dan kenyataan
adanya kekurangan. Karena tidak ada orang yang kurang, yang ada adalah lebih
rendah dari orang lain dalam beberapa skill. Jika saya tidak bisa mengalahkan
anda dalam hal berlari, maka saya berada di bawah anda dalam hal ini. Ini tidak
semestinya menjadikan saya merasa kurang dalam segala hal. Anda lebih rendah
dari orang lain dalam satu hal, namun lebih dalam hal lain.
- Menentukan tujuan
- Mengenal kesedihan dan kesenangan.
- Membiasakan diri menghadapi berbagai kesulitan.
- Selalu kembali kepada nilai-nilai dan prinsip.
- Melepaskan diri dari adat dan kebiasaan negatif.
- Mengenal titik-titik kekuatan dan kelemahan diri.
- Belajar dari kesalahan.
Al-Indibath As-Syari
Jika untuk menggapai kesuksesan dunia seseorang membutuhkan
sifat indibath dzati, untuk kesuksesan akhirat sangat dibutuhkan indibath
syari. Yang demikian itu karena Allah menciptakan manusia dan alam semesta ini
dengan serius dan tidak dengan sia-sia sebagaimana dugaan orang-orang kafir.
Allah berfirman,
“Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al-Mukminun: 115).
Indibath terhadap agama Allah merupakan sarana untuk menjaga
keberlangsungan hidup dan kehidupan ini agar senantiasa berada dalam kedamaian
dengan izin Allah. Sebaliknya, jika urusan manusia diserahkan kepada manusia
itu sendiri dengan hawa nafsunya, yang terjadi adalah kerusakan dan tidak
adanya harmonisme dalam hidup. Allah berfirman,
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah
langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya kami telah
mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al-Qur’an) mereka tetapi mereka
berpaling dari kebanggaan itu.” (Al-Mukminun: 71).
Sebagai bentuk ketundukan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya,
seseorang harus mampu menundukkan diri dan nafsunya demi ketaatan kepada Allah
dan Rasul-Nya.
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ
هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
“Tidaklah beriman salah
seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.” (Al-Ibanah Al-Kubra, Ibnu Batthah, hadits no 291)
Oleh karena itu seorang muslim mesti
memiliki indibath terhadap agama Allah yang meliputi:
- Indibath aqidi ((الإنضباط العقدي
Ideologi adalah asas utama dalam
bangunan keberagamaan seseorang. Kuat tidaknya bangunan itu sangat ditentukan
oleh kuat tidaknya keyakinan seseorang kepada Rabbnya yang meliputi
Rububiyyah-Nya, Uluhiyah-Nya, dan Asma wa Sifat-Nya. Tidak ada ruang dalam
jiwanya selain ketundukan, kecintaan, loyalitas kepada Allah Sang Pencipta.
Segala kebaikan senantiasa dikembalikan kepada Allah dan segala keburukan
dikembalikan kepada keadilan hikmah Allah. Tidak ada yang terjadi di muka bumi
ini tanpa sepengetahuan Allah. Ketika menghadapi berbagai kesulitan dan cobaan,
bukan bukan mencari solusi kepada hal-hal yang tidak direstui Allah dengan
melakukan tindakan yang menjerumuskannya ke dalam bid’ah dan kesyirikan,
meskipun terkadang ada dorongan kuat dan desakan dari dalam jiwa dan
orang-orang di sekitarnya.
- Indibath ‘ubudi
Seorang muslim mesti melakukan
ibadah, dengan kualitas dan kuantitasnya seperti yang telah digariskan oleh syariah
dan dicontohkan oleh Rasulullah. Indibath ubudi melingkupi tata-cara, waktu,
syarat, rukun, serta menjauhi hal-hal yang dapat merusak nilai ibadah. Tidak
meremehkan amal ibadah meskipun ia kecil. Sebab ketika amal, kendatipun kecil,
namun dilakukan dengan ikhlas dan ihsan, nilainya besar di sisi Allah Ta’ala.
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ إِذَا
عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ
“Sesungguhnya Allah mencintai
seseorang jika melakukan suatu amal, ia melakukannya dengan itqan.”
(Thabrani)
- Indibath khuluqi
Indibath seorang muslim juga
melingkupi ruangan akhlak dan interaksinya dengan Allah, sesama manusia,
dirinya, dan alam semesta. Islam dengan keuniversalitasnya telah mengatur pola
hubungan semua itu. Terlebih karena manusia mempunyai misi menjadi khalifah di
muka bumi yang bertanggung-jawab mewujudkan keharmonisan di muka bumi sesuai
dengan aturan Allah. Jika aturan-aturan itu diterapkan, ia akan menjadi solusi
bagi persoalan hidup dan kehidupan ini.
- Indibath ‘aqli
Akal menempati posisi mulia di
dalam Islam, ia sebagai sebab seorang muslim mendapat taklif dari Allah. Oleh
karenanya menjaga akal agar tetap sehat termasuk dharuriyat dalam Islam.
Segala tindakan yang dapat merusak akal dilarang. Menjadikan akal sebagai
sarana menimbang setiap amal perbuatan adalah keniscayaan agar seseorang
mendapatkan kebahagiaan dengan amal perbuatannya. Cara berpikir seseorang dalam
kaitan dengan amal adalah melihat untung rugi untuk jangka panjang. Meskipun
sebuah perbuatan nampak menyenangkan untuk jangka pendek, namun ia
mengakibatkan kesengsaraan jangka panjang, seorang muslim lebih memprioritaskan
kesenangan yang berjangka panjang karena ia lebih abadi
Al-Indibath Ad-Da’awi
Kerja dakwah merupakan proyek
besar ummat yang harus ditunaikan secara baik, sistemik, dengan perencanaan,
dan strategi. Jika para penyeru kejahatan demikian rapi memanaj aktifas mereka,
dengan segala aturan main yang ditaati oleh orang-orang yang terlibat dalam
aktifitas mereka. Terlebih kerja dakwah yang sasarannya adalah menyeru hati
manusia agar tunduk patuh kepada Allah. Pekerjaan yang sangat sulit tentunya.
Maka sikap Indibath para pelaku dakwah akan sangat menentukan keberhasilan
dalam dakwah.
Sebaliknya, sikap ‘adamul-indibath
terhadap dakwah akan menghambat laju dakwah bahkan membuat seseorang terpental
dari kafilah para da’i. Di buku al-Mutasaqithuna fi Thariq ad-Dakwah Fathi
Yakan mewanti-wanti fenomena ini. Beliau berkata, “Ada sekelompok orang yang tertarik kepada
sebuah gerakan dakwah karena suatu kondisi tertentu. Lalu karena salah satu
sebab terlihatlah bahwa mereka tidak mampu beradaptasi dengan kebijakan
organisasi itu serta untuk bersikap as-Sam’u wa at-Tha’ah.
Di antara mereka ada orang yang
tidak betah dengan ikatan-ukatan peraturan organisasi itu. Ketika sampai kepada
anti klimaks ia mulai mundur teratur dengan berbagai cara dan alas an….
Saya teringat akan seseorang yang
biasa hidup serba tidak teratur dalam semua sisi kehidupannya, umum maupun
khusus…” Hal ini akan berdampak kepada soliditas gerakan dakwah dan kerja-kerja
dakwah.
Berbagai alasan pun terkadang
dikemukakan, terkadang alasan ukhuwah dijadikan sebagai pembenaran bagi
ulahnya. Ia menganggap bahwa ikhwah akan mentolerir seluruh tindakannya yang
bertentangan dengan aturan organisasi dan membahayakan bagi kerja-kreja dakwah
itu. Ukhuwah dijadikan sebagai pelindung bagi tindakannya yang bertentangan
dengan aturan pergerakan, bahkan dijadikan sebagai pelindung bagi
keteledorannya, penyimpangannya, bahkan dosa-dosa yang dilakukannya. Karena ia
terikat dalam sebuah ukhuwah fillah, maka semua penyimpangannya akan dimaafkan
dan dosa-dosanya akan diampuni.
Logika ‘adamul-indibath’ ini
tentu saja tidak benar dan tidak syar’i, karena ia bisa mengacaukan nilai-nilai
dan tata aturan yang disepakati juga mengacaukan kaidah hukuman dan pahala.
Pada skala yang lebih besar
‘adamul indibath sangat berbahaya bagai eksistensi Islam dan kaum Muslimin. Allah
berfirman,
“Kamu tak akan mendapati kaum yang
beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang
yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau Saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka itulah
orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan
mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.
Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan
rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya
hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (Al-Mujadilah:
22).
Aisyah pernah melapor kepada Rasulullah bahwa orang-orang Quraisy
dibuat resah oleh seorang wanita dari bani Makhzum yang mencuri. Kemudian
mereka bermusyawarah siapa dia antara mereka yang berani bernegosiasi dengan
Rasulullah untuk meringankan hukumannya. Akhirnya mereka sepakat mengutus
Usamah bin Zaid untuk negosiasi dengan Rasulullah. Rasulullah saw menanggapi
hal dengan sabdanya,
أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ
ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ ثُمَّ قَالَ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ
أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ
فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ
فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
“Apakah kamu memberi syafaat untuk melanggar batasan Allah.” Beliau
kemudian berdiri dan berpidato, “Hai sekalian manusia, binasanya ummat sebelum
kalian karena jika orang kuat yang mecuri mereka membiarkannya, namun jika yang
lemah mencuri mereka menegakkan hukuman atasnya. Demi Allah, kalau Fathimah
binti Muhammad mencuri pasti aku akan memotong tangannya.” (Bukhari Muslim).
Indibath Da’awi melingkupi beberapa item:
- Indibath bil Mawaid
Indibath bil mawa’id artinya
disiplin memelihara janji dan waktu yang telah disepakati untuk
menyelenggarakan kegiatan dakwah, baik sesama aktifis dakwah maupun dengan
sasaran dakwah itu sendiri. Jika hal ini diabaikan, proses dakwah akan
terhambat. Apalagi jika berkaitan dengan objek dakwah. Betapa banyak orang yang
kecewa melihat seorang dai yang tidak tepat dengan waktu yang telah dijanjikan.
Lebih dari itu karena kedudukannya sebagai uswah dan qudwah bagi mad’unya.
- Indibath bin-nudhum
Semua tata aturan dalam sebuah
organisasi ditetapkan demi berjalannya semua program kerja. Tidak terkecuali
bagi organisasi dakwah. Kendatipun aturan itu terkadang tidak ada nash sharih
dari Al-qur’an dan Sunnah. Namun ketika ia tidak bertentangan dengan kaidah umu
syariah Islam dan bahkan membantu mencapai kesuksesan amal dakwah. Maka menjadi
wajib bagi seseorang untuk mengikuti tata aturan itu.
َالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلَّا
شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
“Kaum Muslimin itu tergantung
kepada apa yang disyaratkan sesama mereka. Kecuali syarat yang mengharamkan
yang halal dan menghalalkan yang haram.” (Abu Dawud dan Tirmidzi).
- Indibath bil qararat
Seluruh keputusan organisasi
harus ditaati karena ia merupakan hasil yang telah dicapai sekian banyak pelaku
dakwah
- Indibath bil-wajibat ad-da’awiyah
Nataijul Indibath
Di antara hasil indibath adalah kesuksesan di dunia dan akhirat. Sebab
sunnatullah senantiasa berlaku, barangsiapa melakukan sesuatu dengan serius,
itqan, sungguh-sungguh, dan penuh indibath, Allah akan sampaikan kepada
tujuannya.
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari jalan Kami, Kami akan
tunjukkan kepada mereka jalan Kami.” (al-Ankabut: 59).
Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
ReplyDeleteKaos Dakwah Murah
Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
Punya Pasangan Sempurna Nggak Indah Kelihatannya