Namanya Abdullah bin
Mughaffal bin Abdu Ghunmin atau Ibnu Nahmin bin Afif bin As-Ham bin Rabi'ah bin
Azdar atau Ibnu 'Adi bin Tsa'labah bin Dzuaib atau Zuaid bin Sa'ad bin Ida bin
Utsman bin 'Amr bin Thabikhah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar Al-Bashri. Beliau
terkenal dengan nama aslinya ini. Nama panggilannya ialah Abu Sa'ied atau Abu
'Abdirrahman atau Abu Ziad. Karena beliau memang mempunyai anak-anak yang
bernama Sa'id, Abdurrahman,, Ziad, dll berjumlah tujuh orang.
Beliau termasuk
golongan shahabat yang ikut melakukan Bai'atur-Ridhwan atau bai'atus-Syajarah
yaitu sumpah setia yang dilakukan di bawah sebatang pohon pada satu tempat yang
bernama Hudaibiah dalam tahun ke tujuh Hijriyyah. Beliau sendiri bercwerita
tentang peristiwa yang sangat penting itu, "Aku termasuk di antara
orang-orang di bawah mana Nabi saw mengambil bai'ah atau perjanjian sumpah
setia dari para shahabat.
Sejak itu beliau tidak
pernah absen lagi dalam perjuangan menegakan dan meyebarkan ajaran agama Islam
di mana-mana bersama-sama dengan Nabi saw hingga wafatnya, kecuali ghazwah
Tabuk.
Dalam persiapan untuk
melakukan perang/ghazwah Tabuk yaitu suatu peperangan yang letak medan
pertempurannya sangat jauh lagi pula dilakukan dalam musim panas yang sangat
membakar, musim paceklik yang amat mencekik dan hampir pula dengan musim panen
tanam tumbuhan yang menggairahkan, ternyata Abdullah bin Mughaffal ini semakin
hari semakin tambah bingung dan bimbang. Lebih-lebih setelah hampir tibanya
hari pemberangkatan. Sebab ia dalam usahanya untuk mendapatkan kendaraan dan
ongkos tetap gagal tidak berhasil, mengingat jarak yang dituju dan telah
ditetapkan itu sangat jauh.
Tapi karena dorongan
imannya yang sempurna dan keyakinan yang benar, ia berusaha terus dan tidak
berputus asa. Dalam hati kecilnya hanya terguris harapan agar dapat mati syahid
atau tersebarnya agama Islam di samping harapan terbesar ialah dapat tetap ikut
berperang sabil bersama-sama dengan Rasulullah saw.
Namun setipa usaha
yang dicobanya tetap buntu dan tidak berhasil. Akhirnya ia mencoba memohon
bantuan kepada Nabi saw sendiri untuk kalau-kalau dapat mengusahakan kendaraan.
Tapi betapa kecewanya ketika mendengar jawaban beliau, "Aku juga tidak
dapat mengusahakan kendaraan-kendaraan buat mengangkut kalian." Akhirnya
ia hanya dapat melampiaskan kekesalan hatinya untuk mengadu halnya kepada
Tuhannya dengan cara menangis. Ia pun menangis dan menangis.
Alangkah sedih
fikirnya ketika menyaksikan orang-orang dan teman-temannya yang mampu, berbaris
dan bershaf-shaf, berderap-derap dengan langkah yang teratur mengikuti komando
Nabi saw keluar menuju medan laga untuk fi sanilillah sedang ia sendiri tidak
berkemampuan dan tidak mempunyai kendaraan. Ia sedih, karena harus tinggal
dalam kota bersama-sama dengan orang-orang perempuan, anak-anak kecil yang
belum memenuhi syarat untuk mengikuti perang sabil. Orang-orang tuna netra,
orang-oarng sakit, dll. Tatkala lamunannya sampai ke situ, mengucurkan air
matanya untuk kesekian kalinya.
Untuk seketika
sedihnya menjadi sirna waktu mendengar bunyi ayat yang baru diturunkan kepada
Nabi saw,
"Dan
tiada (pula terkena dosa) atas orang-orang yang apabila datang kedapamu supaya
kamu memberi mereka
kendaraan,
lalu kamu berkata, 'Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu.' Maka
mereka
kembali
sedang air mata bercucuran karena kesedihan lantaran mereka tidak memperoleh
apa yang mereka
nafkahkan
atau ongkos." (QS. At-Taubah:92)
Untuk sementara ia
senang karena ia termasuk di antara orang-orang yang dimaksud dalam ayat itu.
Namun, ia tetap masih bersedih hati lantaran tidak dapat ikut bertempur dan
tidak dapat mengikuti jejak Nabi saw yang sangat dicintainya itu.
Demikian kehidupan
Abdullah hingga wafatnya Nabi saw. Maka dalam masa Khulafah Abu bakar, ia tetap
ikut dalam peperangan untuk menumpas kaum-kaum yang berkepala batu, murtad dan
tidak mau mengeluarkan zakat.
Dalam zaman
khalifah-khalifah Umar dan Usman, juga ia tidak ketinggalan dalam usaha
menyebarkan Islam ke daerah-daerah timur tengah lainnya. Ketika daerah Iraq
telah di Islam-kan khalifah Umar secara beruntun mengirimkan sepuluh orang Ahli
Fiqih untuk mengajarkan agama di Bashrah. Maka terdapatlah di antara
hadits-hadits yang diriwayatkannya terdapat perawi dari ulama'-ulama' Bashrah
atau Kufah. Dalam perjuangannya yang gigih untuk memasukan Islam ke daerah
Tustar, beliau berhasil sebagai orang yang pertama sekali memasuki pintu
gerbang kota itu.
Demikianlah satu demi
satu negeri dan daerah protektorat Romawi di Timur Tengah jatuh ke tangan umat
Islam, berkat usaha beliau dengan kawan-kawannya di bawah pimpinan
panglima-panglima yang terkenal semisal Abu 'Ubaidah (Amir bin Jarrah, Khalid
bin Walid, dll).
Dalam masa khalifah
Ali bin Abi Thalib, ia memilih tempat tinggal dan berhijrah ke Bashrah. Di sana
ia memiliki sebuah rumah yang dibangunnya dekat masjid. Pada rumahnya dan di
daerah itulah ia menghabiskan sisa-sisa hidupnya dengan giat mengajar dan
beribadah lainnya hingga ia wafat dalam tahun 60 H atau tahun 59 pada masa
akhir hidupnya khalifah Mu'awiah bin Abi Sufyan. Jenazah beliau untuk memenuhi
washiatnya sendiri, telah disembahyangkan atasnya oleh shahabat Abu Barzah
Al-Aslami ra.
Atas jasa-jasanya maka
Allah SWT telah mengkaruniai beliau nama yang kekal abadi termaktub dalam
kitab-kitab hadits sebagai sumber sejumlah 43 hadits. Bukhori dan Muslim
bersepakat atas empat hadits daripadanya, sedangkan Bukhori sendiri saja hanya
satu hadits dan Muslim sendiri juga satu Hadits. Di antara orang-orang atau ulama
Tabi'in yang menerima hadits riwayat beliau ialah Hasan Al-Bashri, dll.
Comments
Post a Comment