Skip to main content

Bicara Saat Wudhu, sah kah?





Salah satu syarat sah shalat ialah berwudhu, artinya tak akan sah apabila seseorang hendak beribadah kepada Allah namun tidak didahulukan mensucikan diri atau di dalam Islam disebut dengan Thaharah. Memang dalam kenyataan sehari-hari, kita sering menjumpai orang yang berwudhu sambil berbincang. Bahkan anak kecil sering berwudhu sembari bermain air. Mengingat wudhu merupakan kunci memasuki berbagai macam ibadah (sholat, thowaf, baca al-qur’an dll), hendaklah wudhu diperhatikan dengan seksama. Karena keabsahan beberapa ibadah tersebut tergantung pada keabsahan wudhu itu sendiri.
Selain wudhu menjadi syarat sah dalam shalat, wudhu juga merupakan sarana ibadah mendekatkan diri kepada Allah, wudhu juga memiliki keutamaan yang jarang diketahui, bila seorang muslim berwudhu maka akan menghapuskan dosa – dosa yang diperbuatnya. Seperti yang dikatakan Rasulullah dalam sebuah hadist yang artinya,
“Apabila seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu, kemudian dia membasuh wajahnya maka akan keluar dari wajahnya bersama air itu -atau bersama tetesan air yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan pandangan kedua matanya. Apabila dia membasuh kedua tangannya maka akan keluar dari kedua tangannya bersama air itu -atau bersama tetesan air yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan kedua tangannya. Apabila dia membasuh kedua kakinya maka akan keluar bersama air -atau bersama tetesan air yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan kedua kakinya, sampai akhirnya dia akan keluar dalam keadaan bersih dari dosa-dosa.” (HR. Muslim )

Adab Saat Berwudhu

Adapun ketika ingin berwudhu, ada baiknya juga memperhatikan tata cara berwudhu seperti anjuran Rasulullah agar sempurna wudhunya. Seperti : berniat, membaca bismilah sebelum wudhu, mendahulukan bagian yang kanan,  meratakan basuhan ke semua bagian yang harus dibersihkan, dan juga sebaiknya tidak bicara ketika berwudhu.
Mengapa sebaiknya tidak bicara? Ketika seseorang berwudhu harus fokus karena bisa saja ada bagian tubuh yang tidak kena wudhu karena lupa,  wudhu juga bagian ibadah seyogyanya kita harus benar-benar perhatikan basuhan yang ingin sucikan agar sempurna. Pernah suatu ketika Rasulullah melihat seorang pemuda yang sedang berwudhu ternyata wudhunya belum dikatakan sempurna maka rasulullah memerintahkan wudhunya diulang.
Imama Nawawi rahimahullah berkata, “Sunnah-sunnah wudhu dan perkara yang dianjurkan ketika wudhu” Kemudia beliau menyebutkan salah satunya, “Tidak berbicara tanpa keperluan. Al Qadhi Al’iyadh telah menukilkan dalam kitab Syarh Shahih Muslim bahwasanya para ulama memakruhkan bicara ditengah-tengan wudhu dan mandi besar. Apa yang beliau nukil ini dibawa kepada makna ‘meninggalkan yang utama’. Selama tidak ada dalil valid yang menyatakan larangan maka tidak dinamai makruh kecuali dengan makna meninggalkan sesuatu yang utama. (Al Majmu’, 1/490-491)

Bicara Saat Wudhu Dimakruhkan

Ketika wudhu seseorang tidak sempurna dan dianggap tidak sah menurut pandangan syariat, maka berbagai ibadah setelahnyapun menjadi tidak sah. Karena wudhu merupakan wahana menuju kesucian yang disyaratkan dalam berbagai macam ibadah. Bagaimana hukum bicara saat wudhu?
Sesuai yang dikatakan menurut mayoritas ulama bahwa ketika berbicara saat wudhu memang tidak diperbolehkan atau hukumnya menjadi makruh. Seperti madzhab Malikiyah menegaskan dimakruhkannya berbicara tanpa dibutuhkan, yang isinya selain dzikir kepada Allah, juga menurut madzhab Syafi’iyah, Hanafiyah, dan Hambali berbicara ketika wudhu di luar kebutuhan hukumnya kurang utama. Artinya dari mayoritas ulama tersebut dapat disimpulkan bahwa diam itu lebih baik saat berwudhu.
Imam al-Buhuti Al-Hambali dalam Kasyaful Qana’ mengatakan: “Tidak dianjurkan untuk berbicara ketika berwudhu, bahkan dimakruhkan. Ini adalah pendapat sekelompok ulama. Maksud makruhnya berbicara di sini adalah berbicara yang isinya bukan dzikir kepada Allah, sebagaimana keterangan sekelompok ulama. Dan makna makruh dalam masalah ini adalah: kurang afdhal… Sementara itu, Ibnul Jauzi dan beberapa ulama lainnya, menganggap berbicara ketika wudhu sebagai perbuatan yang tidak dimakruhkan. (Lihat  Kasyaful Qana’, 1:103)

Apakah Membatalkan Wudhu?

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah ditegaskan: “Tidak ada satupun ulama yang mengharamkan berbicara ketika wudhu. Karena itu, berbicara pada saat wudhu dibolehkan, hanya saja hukumnya makruh, kurang utama.” (Fatawa Syabakah, no. 14793)
Bahkan jika terdapat keperluan mendesak maka berbicara malah bisa berubah menjadi wajib. Misalnya, ketika kita sedang berwudhu lalu melihat orang buta berjalan sendirian, sedangkan ia berjalan menuju sebuah lubang yang membahayakan, maka berbicara dan memberikan peringatan terhdapanya hukumnya menjadi wajib. Meskipun kita dalam keadaan berwudhu. Menyelamatkan orang buta jelas lebih diutamakan dari pada memenuhi anjuran untuk diam di saat mengerjakan wudhu.
Bagaimanapun juga wudhu merupakan ibadah yang harus dilaksanakan dengan penuh kekhusu’an dan konsentrasi agar terlaksana sesuai dengan garis-garis yang ditetapkan syariat sebagaimana telah terumuskan dalam kitab-kitab fiqih. Sebagaimana dimaklumi, membasuh kedua kaki, tangan dan muka harus benar-benar merata. Jangan sampai ada bagian yang tertinggal yang tidak tersentuh air karena itu mengurangi kesempurnaan wudhu dan berakibat pada tidak syahnya sebuah wudhu.
Jika sebuah wudhu dianggap tidak sah, maka sholat dan segala ibadah yang menggunakan wudhu tersebut juga tidak sah. Oleh karena itulah dibutuhkan kehati-hatian dan konsentrasi dalam berwudhu. Dari keterangan di atas, maka dapat diimpulkan bahwa diam dalam berwudhu hukumnya sunnah. Meskipun berbicara tidak membatalkan wudhu tetapi bisa mengurangi konsentrasi dan kehati-hatian. Wallahu a’lam. 

Comments

Popular posts from this blog

INDIBATH (Disiplin)

Oleh : Asfuri Bahri Al-Indibath Az-Dzati Indibath adalah ciri utama yang menopang keberlangsungan dunia kerja seseorang. Tanpa indibath seseorang tidak mungkin mampu mencapai kesuksesan yang pernah menjadi impian dalam hidupnya. Ada beberapa pengertian tentang indibath. Di antaranya, indibath adalah kedisiplinan diri atau penguasaan terhadap diri seperti yang disebutkan dalam sebuah atsar, “Jihad terbesar adalah jihad melawan hawa nafsu.” (Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar, yaitu jihad melawan nafsu). Rasulullah memuji orang yang senantiasa mempunyai control dalam kondisi pelik dan tidak terbawa oleh nafsu syahwat. Beliau bersabda, إن الله يحب البصر الناقد عند ورود الشبهات والعقل الكامل عند هجوم الشهوات “Sesungguhnya Allah menyukai pandangan yang kritis di saat banyaknya syubuhat dan otak yang sempurna di saat serangan syahwat.” Mengendalikan diri adalah tahapan pertama dan terakhir untuk merealisasikan kesuksesan hidup. Karena pada dasarnya mu...

Jika Kacang Lupa Kulitnya

Hal yang wajar bila seorang makin berharap menjadi kaya, orang bodoh bercita-cita menjadi pintar, pejabat rendahan menginginkan jabatan yang tinggi. Seorang pengangguran ingin cepat mendapat pekerjaan tetap, seorang politisi ingin segera mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Semua keinginan di atas wajar dan boleh-boleh saja. Agama tidak melarang. Bahkan Allah membuka pintu do'a bagi mereka yang punya berbagai harapan. Jika dimohon dengan sungguh-sungguh, Allah pasti mengabulkan. Adapun banyak sedikitnya, dalam tempo segera atau ditunda, semua bergantung pada kemurahan Tuhan. Pada dasarnya semua yang ditimpakan kepada manusia baik atau buruk adalah ujian. Tapi ternyata hanya mereka yang ditimpa keburukan saja yang merasa diuji, sementara yang diberi kebaikan merasa dikasihi. Padahal bisa jadi yang ditimpa keburukan itu justru yang menjadi kekasih Tuhan. "Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada K...

Tujuan Tarbiyah bagi Keluarga

Selain tujuan tarbiyah untuk pribadi wanita muslimah, tarbiyah juga memiliki tujuan yang berkaitan dengan keluarga. Berikut adalah tujuan tarbiyah wanita muslimah bagi keluarga: a.         Mendapatkan suami yang mengaplikasikan syar’iyah dan mendukung dakwah             Islam meletakkan pernikahan sebagai bagian yang utuh dari keberagamaan seseorang, artinya dengan seseorang beragama Islam padanya dikenakan aturan pernikahan. Rasulullah saw pernah bersabda :                   “Wahai para pemuda, barangsiapa telah mampu di antara kalian hendaklah melaksanakan pernikahan, karena ia dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan (kehormatan). Barangsiapa tidak mampu hendaklah berpuasa, karena ia menjadi benteng perlindungan”  (Riwayat Bukhary, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’i). Sebagian ulama kita mem...