Skip to main content

Tarbiyah Ruhiyah



Pembentukan ruhiyah ma’nawiyah dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan ibadah seperti qiyamul lail, shaum sunnah, tilawah Qur’an, dzikir, dan lain-lain. Kita harus mampu menjadikan sarana-sarana tarbiyah ruhiyah semisal mabit, lailatul katibah, jalasah ruhiyah, dan sebagainya untuk membentuk ruhiyah ma’nawiyahnya. Jangan sampai kita terjebak dalam kebiasaan dan rutinitas.

DR. Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya yang berjudul “Tarbiyah Ruhiyah” menyebutkan bahwa ada lima faktor penting dalam mencapai takwa.

1.       Mu’ahadah

Mu’ahadah adalah mengingat perjanjian-perjanjian yang telah kita buat kepada Allah. Hendaknya setiap kita menyendiri dan mengingat perjanjian-perjanjian yang telah kita buat kepada Allah. Dengan mu’ahadah kita akan tetap istiqamah dalam melaksanakan syariat Allah.
Perjanjian kita dengan Allah adalah ketika kita di alam sulbi (alam ruh). Sebagaimana firman Allah SWT :
وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِيٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ شَهِدۡنَآۚ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَٰذَا غَٰفِلِينَ ١٧٢

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"  (QS Al-A'raf : 172)
Hendaklah seorang mukmin ber-khalwat (berdua-duan) antara dia dan Allah untuk memuhasabah siri seraya mengatakan pada dirinya : "Wahai jiwaku, sesungguhnya engkau telah berjanji kepada Rabbmu setiap hari disaat engkau membaca Al Fatihah di dalam sembahyang. Engkau telah berikrar untuk komitmen di atas jalan yang lurus. Engkau telah berikrar untuk menjauhi jalan orang orang yang sesat."

2.    Muraqabah
ٱلَّذِي يَرَىٰكَ حِينَ تَقُومُ ٢١٨  وَتَقَلُّبَكَ فِي ٱلسَّٰجِدِينَ ٢١٩
Yang melihat kamu ketika kamu berdiri. dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud” (QS Asy-Syuara :218-219)

Muraqabah adalah merasakan keagungan Allah di setiap waktu dan keadaan, serta merasakan kebersamaannya (ma’iyatullah) dalam sepi maupun ramai. Dengan muraqabah kita akan ikhlas, karena setiap fi’il adalah untuk-Nya. Dengan muraqabah kita akan istiqamah. Tak terpengaruh oleh situasi dan kondisi.
Ada beberapa jenis muroqobah :
a)      Muroqobah dalam melaksanakan ketaatan adalah dengan ikhlas kepadaNya.
b)      Muroqobah dalam kemaksiatan adalah dengan taubat,penyesalan dan meninggalkannya.
c)      Muroqobah dalam hal hal mubah adalah dengan menjaga adab adab terhadap Allah dan bersyukur.
d)    Muroqobah dalam musibah adalah dengan redha kepada ketentuan Allah dan memohon pertolongan dengan sabar.

3.       Muhasabah


Makna muhasabah adalah hendaknya seorang muslim menghisab dirinya setelah melakukan sebuah amal. Apakah amal itu benar-benar semata untuk meraih ridha Allah ataukah tercampur dengan kepentingan pribadi, riya, ujub atau malah telah mengurangi hak-hak orang lain? Apakah amal yang kita lakukan sudah maksimal? Atau dilaksanakan sekedarnya? Di samping itu muhasabah juga melakukan perhitungan diri antara amaliyah dan dosa. Apakan amaliyah yang kita lakukan sudah cukup menutup dosa? Lalu bagaimana dengan pertobatan? Dengan muhasabah kita akan terbebas dari penyakit hati.
Sebelum memulai suatu pekerjaan dan disaat mengerjakannya hendaklah seorang mukmin memeriksa dirinya..Apakah setiap gerak dalam melaksanakan amal dan ketaatannya dimaksudkan untuk kepentingan pribadi, mencari popularitas atau kerana dorongan ridha Allah dan menghendaki pahala-Nya. Jika benar benar karena ridha Allah, maka ia akan melaksanakannya walaupun hawa nafsunya tidak bersetuju dan ingin meninggalkannya.
Makna musabah sebagaimana diisyaratkan oleh ayat surah Al Hasyr ayat 18 ialah hendaklah seorang mukmin menghisab dirinya ketika selesai melakukan amal perbuatan; adakah tujuan amalnya untuk mendapat ridha Allah? atau apakah amalnya itu diiringi riya ? Apakah dia sudah memenuhi hak hak Allah dan hak hak manusia? Dsb.
Ketahuilah, seorang mu'min setiap pagi hendaklah mewajibkan diri untuk memperbaiki niat, melaksanakan taat, memenuhi segala kewajiban dan membebaskan diri dari riya. Demikian pula di waktu petang atau malam, semestinya ia punya waktu untuk bersendirian, menghitungkan semua yang telah dilakukannya….Bila ia kebaikan, hendaklah bersyukur, jika ternyata ada dosa dan maksiat, hendaklah mohon ampun dan bertaubat.
Kata Umar ibul-Khattab "Hisablah diri kamu sebelum kamu dihisabkan, timbanglah diri kamu, sebelum kamu ditimbangkan dan bersiaplah untuk pertunjukan yang agung (hari kiamat). Di hari itu kamu dihadapkan kepada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kamu barang satu pun."

4.      Muaqabah
Muaqabah adalah pemberian sanksi. Sudah sepatutnya bagi kita jika kita telah melalaikan Allah, kita beri sanksi diri kita sebagaimana orangtua memberi sanksi kepada anaknya yang bersalah. Semoga dengan melakukan muaqabah kita menjadi jera berbuat dosa.
Sanksi / denda yang dimaksudkan sebagai mana diisyaratkan dalam Surat Al Abaqarah ayat 179 adalah apabila seorang mu'min melakukan kesalahan maka dia tidak membiarkannya. Sebab membiarkan diri dalam kesalahan akan mempermudahkan jalan untuk kesalahan yang lain dan semakin payah untuk meninggalkan kesalahan.
Sanksi ini harus dengan sesuatu yang mubah, tidak boleh dengan jaminan yang haram seperti membakar salah satu anggota badan, meninggalkan makan dan minum sampai membahayakan dirinya.
Generasi salaf yang soleh telah memberikan teladan tentang ketaqwaan, muhasabah, menjatuhkan sanksi pada dirinya jika bersalah dan bertekad untuk lebih taat jika dirinya lalai. Antara contohnya ialah :
Dalam sebuah riwayat,disebutkan Umar Al Khattab r.a. pergi ke kebunnya.Ketika  pulang di dapati orang sudah selesai melakukan solat asar berjemaah.Maka beliau berkata " Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang sudah sholat Ashar, kini kebunku aku jadikan sedekah untuk orang orang miskin."

5.      Mujahadah
              Mujahadah adalah bersungguh-sungguh dalam melaksanaan ibadah. Di sana ada makna memaksakan diri untuk berbuat yang terbaik, menyerahkan yang terbaik dan mengoptimalkan diri dalam beramaliyah. Ibadah adalah tarbiyah. Dengan mengerahkan kapasitas maksimal, itu artinya kita membangkitkan potensi yang terpendam dalam diri kita. Maka integritas kita akan semakin meningkat.
Dasar mujahadah adalah dalam firman Allah surah Al Ankabut ayat 69 yang bermaksud "Dan orang orang yang berjihad untuk mencari keredhaan Kami, benar benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar benar beserta orang yang berbuat baik.”
Maksud mujahadah di sini ialah apabila seseorang mu'min terseret dalam kemalasan, kerehatan, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal amal sunnah serta ketaatan yang lain tepat pada waktunya maka ia harus memaksa dirinya melakukan amal amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya.Dalam hal ini harus tegas, serius dan penuh ketaatan sehingga pada akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia bagi dirinya dan menjadi sikap yang tertanam pada dirinya.
Dalam hal ini, cukuplah Rasulullah SAW menjadi qudwah yang patut dicontohi.yang mana baginda bershlat, sampai bengkak kakinya. Banyak hadith hadith nabi .s.a.w. yang menggalakan untuk mujahadah, sebagai sumber motivasi diri.
Bagi orang yang ingin bersungguh sungguh dalam ibadah dan membawa dirinya untuk bermujahadah, haruslah memerhatikan dua perkara penting dalam amalnya.
1)      Hendaklah amal amal sunnah tidak membuatkan dia lupa kewajiban-kewajiban yang lain. Contohnya, dia mengerjakan suatu amal sunnah (sunat) tertentu sementara dia mengabaikan hak keluarga berupa nafkah atau mengabaikan hak dirinya.
2)   Tidak memaksa diri dengan amal amal sunat yang diluar kemampuannya. Sebagai mana sabda Nabi SAW dalam sebuah hadith sahih riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim : "Hendaklah kalian beramal sesuai dengan kemampuan kalian. Demi Allah, Allah tidak akan jemu sehinggalah kalian merasa jemu".
Contoh mujahadah yang berlebihan adalah sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits berikut ini :
Sekelompok orang berkumpul membicarakan sesuatu. Lelaki pertama berkata, saya akan shalat malam dan tidak tidur. Yang lain berkata, saya akan puasa dan tidak berbuka. Yang ketiga berkata, saya tidak akan menikah dengan wanita. Perkataan mereka ini sampai kepada Rasulullah SAW. Maka baginda berkata, kenapa ada orang-orang yang begini dan begitu?! Aku shalat malam tapi juga tidur, aku puasa tapi juga berbuka, dan aku menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci sunnahku maka dia bukan daripada kalanganku.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)


Faktor-faktor yang Menumbuh Suburkan Ruhiyah
Faktor-faktor yang menumbuh suburkan ruhiyah dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu kelompok yang berkaitan dengan kepekaan jiwa dan kelompok amaliyah lahiriyah. Yang termasuk kelompok yang berkaitan dengan kepekaan jiwa adalah :
·   Selalu merasakan muraqabah kepada Allah Mengingat kematian dan kehidupan sesudahnya, cukuplah dengan perkataan Hamid al-Qushairy bahwa: ”Kita semua yakin dengan akan datangnya maut, namun kita tidak mempersiapkan diri. Kita semua yakin akan surga, namun kita tidak beramal untuknya. Dan kita semua yakin akan adanya neraka namun kita tidak merasa takut kepadanya. Lalu atas dasar apa kita bersuka ria?”
·       Membayangkan hari Akhirat dan hal-hal yang berkaitan dengannya

Faktor-faktor Amaliyah Lahiriyah
Amaliyah yang menumbuh suburkan ruhiyah sebenarnya banyak sekali, tetapi ada beberapa yang terpenting. Diantaranya
·         Tilawah Al-Qur’an dengan mentadabburinya.
·         Hidup bersama dengan Rasulullah dan mencontoh sirahnya yang Agung.
·         Selalu menyertai orang-orang pilihan yang mereka yang berhati bersih dan mengenal Allah.
·         Dzikir kepada Allah dalam setiap waktu dan kesempatan,
·         Menangis kepada Allah dalam waktu khalwat.
·         Bersungguh-sungguh membekali diri dengan Ibadah nafilah


Pengaruh Tarbiyah Ruhiyah dalam Pembinaan Pribadi dan Ummat
Apabila kita telah memancarkan rohani, berhubungan erat dengan Allah dan ketakwaan, maka tersingkaplah makna dan hakikat. Terbukalah rahasia-rahasia yang hanya dapat di tangkap oleh orang yang jenius dan takwa. Apabila jalan rohani telah kita daki. Dan derajat takwa telah kita raih. Cinta kasih-Nya telah meliput diri. Maka Cahaya Iman akan memancar dalam setiap desah nafas. Cahaya itu akan menyapa sekeliling bagai mentari. Jika cahaya itu menyirami hati yang kerontang, maka suburlah hati itu. Jika cahaya itu menyinari kegelapan batin, tentu teranglah ia. Maka jalan da’wah akan terasa mudah, perjuangan akan terasa ringan, dan pengorbanan menjadi suatu kejamakan.

Sebagai kesimpulannya dari ke lima lima cara yang telah dinyatakan :

·           Dengan mu’ahadah kita dapat beristiqomah di atas syariat Allah.
·           Dengan muroqobah,kita dapat merasa keagungan Allah dimana saja kita berada, walau dalam suasana apa pun.
·           Dengan muhasabah,kita boleh terbebas dari kebusukan hawa nafsu yang selalu memberontak dan mampu memenuhi hak hak Allah dan hak hak sesama manusia.
·           Deangan mua'qobah kita mampu memisahkan diri kita dari penyimpangan.
·           Deangan mujahadah, kita dapat memperbaiki aktivitas diri kita dan sekaligus menumpaskan kemalasan dan kelalaian.


Comments

Popular posts from this blog

INDIBATH (Disiplin)

Oleh : Asfuri Bahri Al-Indibath Az-Dzati Indibath adalah ciri utama yang menopang keberlangsungan dunia kerja seseorang. Tanpa indibath seseorang tidak mungkin mampu mencapai kesuksesan yang pernah menjadi impian dalam hidupnya. Ada beberapa pengertian tentang indibath. Di antaranya, indibath adalah kedisiplinan diri atau penguasaan terhadap diri seperti yang disebutkan dalam sebuah atsar, “Jihad terbesar adalah jihad melawan hawa nafsu.” (Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar, yaitu jihad melawan nafsu). Rasulullah memuji orang yang senantiasa mempunyai control dalam kondisi pelik dan tidak terbawa oleh nafsu syahwat. Beliau bersabda, إن الله يحب البصر الناقد عند ورود الشبهات والعقل الكامل عند هجوم الشهوات “Sesungguhnya Allah menyukai pandangan yang kritis di saat banyaknya syubuhat dan otak yang sempurna di saat serangan syahwat.” Mengendalikan diri adalah tahapan pertama dan terakhir untuk merealisasikan kesuksesan hidup. Karena pada dasarnya mu...

Jika Kacang Lupa Kulitnya

Hal yang wajar bila seorang makin berharap menjadi kaya, orang bodoh bercita-cita menjadi pintar, pejabat rendahan menginginkan jabatan yang tinggi. Seorang pengangguran ingin cepat mendapat pekerjaan tetap, seorang politisi ingin segera mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Semua keinginan di atas wajar dan boleh-boleh saja. Agama tidak melarang. Bahkan Allah membuka pintu do'a bagi mereka yang punya berbagai harapan. Jika dimohon dengan sungguh-sungguh, Allah pasti mengabulkan. Adapun banyak sedikitnya, dalam tempo segera atau ditunda, semua bergantung pada kemurahan Tuhan. Pada dasarnya semua yang ditimpakan kepada manusia baik atau buruk adalah ujian. Tapi ternyata hanya mereka yang ditimpa keburukan saja yang merasa diuji, sementara yang diberi kebaikan merasa dikasihi. Padahal bisa jadi yang ditimpa keburukan itu justru yang menjadi kekasih Tuhan. "Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada K...

Tujuan Tarbiyah bagi Keluarga

Selain tujuan tarbiyah untuk pribadi wanita muslimah, tarbiyah juga memiliki tujuan yang berkaitan dengan keluarga. Berikut adalah tujuan tarbiyah wanita muslimah bagi keluarga: a.         Mendapatkan suami yang mengaplikasikan syar’iyah dan mendukung dakwah             Islam meletakkan pernikahan sebagai bagian yang utuh dari keberagamaan seseorang, artinya dengan seseorang beragama Islam padanya dikenakan aturan pernikahan. Rasulullah saw pernah bersabda :                   “Wahai para pemuda, barangsiapa telah mampu di antara kalian hendaklah melaksanakan pernikahan, karena ia dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan (kehormatan). Barangsiapa tidak mampu hendaklah berpuasa, karena ia menjadi benteng perlindungan”  (Riwayat Bukhary, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’i). Sebagian ulama kita mem...